Selasa, 12 Januari 2010

Sistem Moneter Islam

Oleh : Hilman Fauzi Nugraha

Pendahuluan
Moneter dalam banyak buku teks ekonomi didefinisikan sebagai uang. Oleh karena itu fokus utama pembahasan dalam kebijakan moneter adalah mengenai peranan uang dalam perekonomian, baik mengenai teori-teori tentang uang, pengelolaan, kebijakan, instrument maupun institusi yang menjadikan uang sebagai objek aktifitasnya. Dalam makalah ini, pemakalah akan mencoba menguraikan tentang kebijakan moneter, baik pengertiannya, instrument-instrumennya menurut konvensional dan islam.
Segala sesuatu apabila telah sempurna maka akan nampak kekurangannya. Oleh karenanya pemakalah sangat memohon komentar dari para pembaca sekalian baik itu berupa usul, ide ataupun koreksi apabila menemukan ksalahan dalam makalah ini. Terakhir, ucapan syukur dan terimakasih pemakalah kepada Bapak Luqyan Tammanni, M.Ec selaku dosen mata kuliah Ekonomi Moneter atas segala ilmu dan bimbingannya, untuk beliau jazakumullah khoiron maufuron, juga kepada kawan-kawan kelas jurusan Ilmu Ekonomi Islam Smester V yang selalu mewarnai hari-hari kami dengan senyum dan canda, untuk kalian wallahu jama’ana wa iyyakum fi rohmatihi wa ‘inayatihi. Kepada Allah kita berserah.

BAB I
PERANAN UANG DALAM PEREKONOMIAN
(Analisis Ekonomi Konvensional – Islam)

I.1 Peranan Uang Dalam Perekonomian Konvensional
Uang merupakan materi yang sangat berharga dan sangat ‘diagungkan’ di dunia. Perekonomian modern tidak dapat dipisahkan dengan pentingnya uang. Uang ibarat darah dalam tubuh manusia, tanpa uang, perekonomian tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Secara sederhana, uang didefinisikan segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat bantu dalam pertukaran. Secara hukum, uang adalah sesuatu yang dirumuskan oleh undang-undang sebagai uang. Jadi segala sesuatu dapat diterima sebagai uang jika ada aturan atau hukum yang menunjukkan bahwa sesuatu itu dapat digunakan sebagai alat tukar.
Fungsi utama uang dalam teori ekonomi konvensional adalah:
1. Sebagai alat tukar (medium of exchange) uang dapat digunakan sebagai alat untuk
mempermudah pertukaran.
2. Sebagai alat kesatuan hitung (unit of Account) untuk menentukan nilai/ harga
sejenis barang dan sebagai perbandingan harga satu barang dengan barang lain.
3. Sebagai alat penyimpan/penimbun kekayaan (Store of Value) dapat dalam bentuk
uang atau barang.
Ada beberapa teori yang digunakan untuk menjelaskan prilaku uang dalam ekonomi konvensional, antara lain:
1. Teori Moneter Klasik. Teori permintaan uang klasik tercermin dalam teori kuantitas uang (MV = PT). Keberadaan uang tidak dipengaruhi oleh suku bunga, tetapi ditentukan oleh kecepatan perputaran uang tersebut.
2. Teori Keynes.
Menurut Keynes, motif seseorang untuk memegang uang ada tiga tujuan yaitu: Transaction motive, Precautionary motive (keperluan berjaga-jaga) dan Speculative motive. Motif transaksi dan berjaga-jaga ditentukan oleh tingkat pendapatan, sedangkan motif spekulasi ditentukan oleh tingkat suku bunga.
3. Konsep Time Value of Money.
Dua hal yang menjadi alasan munculnya konsep ini adalah : presence of inflation dan preference present consumption to future consumption. Dalam ekonomi Islam, fungsi uang yang diakui hanya sebagai alat tukar medium of exchange dan kesatuan hitung (unit of account). Uang itu sendiri tidak memberikan kegunaan / manfaat, akan tetapi fungsi uanglah yang memberikan kegunaan. Uang menjadi berguna jika ditukar dengan benda yang nyata atau jika digunakan untuk membeli jasa. Oleh karena itu uang tidak bisa menjadi komoditi/barang yang dapat diperdagangkan.

I.2 Uang Dalam Persfektif Islam
Dalam konsep ekonomi Islam uang adalah milik masyarakat (money is goods public). Barang siapa yang menimbun uang atau dibiarkan tidak produktif berarti mengurangi jumlah uang beredar yang dapat mengakibatkan tidak jalannya perekonomian. Jika seseorang sengaja menumpuk uangnya tidak dibelanjakan, sama artinya dengan menghalangi proses atau kelancaran jual beli. Implikasinya proses pertukaran dalam perekonomian terhambat. Disamping itu penumpukan uang/harta juga dapat mendorong manusia cenderung pada sifat-sifat tidak baik seperti tamak, rakus dan malas beramal (zakat, infak dan sadaqah). Sifat-sifat tidak baik ini juga mempunyai imbas yang tidak baik terhadap kelangsungan perekonomian. Oleh karenanya Islam melarang penumpukan / penimbunan harta, memonopoli kekayaan, “al kanzu” sebagaimana telah disebutkan dalam QS:At Taubah 34-35 berikut:
” Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”. ”pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.”
Disamping itu uang disimpan yang tidak dimanfatkan disektor produktif (idle asset) jumlahnya akan semakin berkurang karena adanya kewajiban zakat bagi umat Islam. Oleh karena itu uang harus berputar (Money as flow consept). Islam sangat menganjurkan bisnis/perdagangan, investasi disektor riil.. Uang yang berputar untuk produksi akan dapat menimbulkan kemakmuran dan kesehatan ekonomi masyarakat. Teori konvensional meyakini bahwa uang saat ini lebih bernilai dibanding uang di masa depan (Economic value of time vs time value of money). Teori ini berangkat dari pemahaman bahwa uang adalah sesuatu yang sangat berharga dan dapat berkembang dalam suatu waktu tertentu. Dengan memegang uang orang dihadapkan pada risiko berkurangnya nilai uang akibat inflasi. Sedangkan jika menyimpan uang dalam bentuk surat berharga, pemilik uang akan mendapatkan bunga yang diperkirakan diatas inflasi yangterjadi.
Teori time value of money tampak tidak akurat, karena setiap investasi selalu mempunyai kemungkinan mendapat hasil positif, negatif bahkan tidak mendapat apa-apa. Dalam teori keuangan hal ini dikenal dengan istilah risk-return relation. Disamping itu kondisi ekonomi tidak selalu menghadapi masalah inflasi. Keberadaan deflasi yang seharusnya menjadi alasan munculnya negative time value of money diabaikan oleh teori konvensional.
Ekonomi Islam memandang waktulah yang memiliki nilai ekonomis (penting).



I.2.1 Sistem Uang Emas
Negara akan mempraktikan sistem uang emas jika Negara tersebut menggunakan mata uang emas dalam transaksi di dalam maupun di luar negeri atau jika dalam negeri Negara tersebut digunakan mata uang kertas yang bisa ditukarkan menjadi emas, baik digunakan di dalam negeri dan untuk melakukan pembayaran keluar negeri. Hanya saja, pertukarannya dengan menggunakan kurs tetap. Artinya, satuan uang kertas tersebut harus bisa ditukar menjadi barang tertentu, yang berupa emas atau sebaliknya, dengan kurs tertentu pula. Dengan demikian secara pasti, dalam kondisi semacam ini nilai mata uang dalam suatu Negara selalu terkait erat dengan nilai emas. Apabila nilai emas--yang terkait dengan barang-barang lain—naik maka nilai mata uang tersebut ikut naik. Jika nilai emas—yang terkait dengan barang-barang lain—turun maka nilai mata uang tersebut akan mengalamui penurunan. Uang, dengan standar emas (gold standard) memiliki beberapa sifat khusus; satuan uangnya terkait dengan emas dengan persamaan tertentu, yakni satuan tersebut secara teratur terbuat dari berat emas tertentu. Mengimpor dan mengekspor emas dapat dilakukan secara bebas; orang-orang boleh mendapatkan uang, atau batangan, ataupun berat emas, lalu mengeluarkannya dengan bebas.
Selain itu, emas bisa ditukar dengan bebas antarnegara yang berbeda. Dengan begitu,setiap orang bisa memilih sistem tang paling minimum biayanya. Selama harga emas ditambah dengan biaya pengirimannya lebih besar daripada harga uang asing di pasar, maka pengiriman uang asing itulah yang lebih baik. Namun jika harga pertukaran melampui harga nominalnya, maka lebih baik mengambik emas daripada melakukan pertukaran dan pengiriman tersebut.
Keuntungan Sistem Uang Emas
Keuntungan sistem uang emas, dibandingkan dengan system uang kertas maupun sistem-sistem yang lain, adlah bahwa secara pasti sistem uang emas bersifat internasional. Keuntungan semacam ini tidak tidak bisa dimiliki oleh sistem-sistem uang lain.
Kelebihan dinar
1. Memiliki sifat unit account; mudah dijumlahkan dan dibagi.
2. Sangat likuid untuk diperjualbelikan karena kemudahan dibagi dan dijumlahkan.
3. Memiliki nilai dakwah karena sosialisasi dinar mendorong sosialisasi syariat Islam.
4. Nilai jual kembali tinggi, mengikuti perkembangan harga emas internasional.
5. Mudah diperjualbelikan sesama pengguna karena tidak ada kendala model dan ukuran.
Kelemahan dinar
1. Di Indonesia masih dianggap perhiasan, penjual terkena PPN 10%.
2. Ongkos cetak masih relatif tinggi yaitu berkisar antara 3–5% dari nilai barang tergantung dari jumlah pesanan.
Diantara manfaat yang paling penting adalah sebagai berikut:
1. Sistem uang emas akan mengakibatkan kebebasan pertukaran emas, mengimpor dan mengekspornya. Ini adalah perkara menentukan peranan kekuatan uang, kekayaan dan perekonomian. Dalam kondisi semacam ini, aktivitas pertukaran mata uang tidak akan terjadi karena adanya tekanan luar negeri yang buisa mempengaruhi harga-harga barang dan gaji para pekerja.
2. Sistem uang emas juga berarti kurs pertukaran mata uang antarnegara tetap. Kurs penukaran mata uang tetap akan mendorong peningkatan perdagangan internasional. Sebab, para pelaku bisnis dalam perdagangan luar negeri tidak takut bersaing. Karena kurs uangnya tetap, mereka tidak khawatir dalam pengembangan bibnisnya.
3. Dalam sitem uang emas, bank-bank pusat dan pemerintah tidak mungkin memperluas peredaran kertas uang, karena secara umum kertas uang bisa ditukarkan menjadi emas dengan harga tertentu. Sebab, pemerintah tertentu khawatir jika memperluas peredaran kertas uang justru akan menambah jumlah permintaan emas, sementara pemerintah sendiri tidak sanggup menghadapi permintaan tersebut. Karena itu, untuk melindungi kertas uang yang dikeluarkan serta silap hati-hati pemerintah terhadap emas, pemerintah akan melakukan penimbunan (uang emas).
4. Setiap mata uang yang digunakan di dunia selalu dibatasi dengan standar tertentu yang berupa emas. Pada saat itu pengiriman batang, kekayaan dan orang dari satu negara ke negara lain, menjadi sedemikian mudah. Dengan begitu, masalah potongan dan kelangkaan uang bisa dihilangkan.
5. Setiap negara akan menjaga kekayaan emas. Dengan begitu, tidak akan terjadi pelarian emas dari satu negara ke negara lain. Negara pun tidak akan memerlukan kontrol sekecil-kecilnya untuk melindungi kekayaannya. Sebab, kekayaan tersebut tidak akan di transfer dari negara tersebut kecuali karena adanya alasan yang sah menurut syariah, yakni adakalanya untuk membayar barang atau gaji para pekerja.

Kendala Sistem Uang Emas
Pada saat sistem uang emas berlaku secara internasional, dengan system tersebut tidak ada kesulitan sedikit pun. Namun, sejumlah kesulitan muncul pada saat negara-negara besar mulai berusaha menghancurkan musuh-musuhnya dengan menggunakan sarana uang, ketika dibuat fiat money (uang kertas) bersama-sama dengan system uang emas, ketika negara-negara imperialis barat mendirikan IMF (International Monetery Fund), juga ketika Amerika mendirikan dolar AS sebagai standar moneter. Karena itulah, negara yang menggunakan sistem uang emas akan menghadapi sejumlah kesulitan yang tentu harus dipahami dan dicarikan solusinya agar berbagai kesulitan tersebut mampu diatasi. Kesulitan-kesulitan tersebut adalah:
1. Emas telah memusat di negara-negara yang memiliki kemampuan dan kekuatan produksi, memiliki kemampuan untuk bersaingdalam perdagangan internasional, atau memiliki keunggulan dalam bidang penentuan intelektual dan peningkatan para teknokrat. Inilah yang menjadikan emas mengalir kesana, yang boleh jadi digunakan untuk membayar harga barang, atau upah tenaga kerja; yaitu para penemu, intelektual dan teknokrat tersebut. Dengan begitu, jumlah emas yang ada diseluruh dunia kebanyakan tertimbun di negara-negara—yang memiliki banyak keunggulan—tersebut. Pada saat yang sama negara-negara itu akan menguasai pertukaran emas di antara negara-negara yang ada. Akibatnya, negara-negara tersebut takut melepaskan jumlah emas yang menjadi miliknya, dan berusaha untuk tidak melepaskannya dari dirinya. Dan mengakibatkan laju perdagangan internasional macet.
2. Emas telah menjadi devisa beberapa Negara sebagai akinat dari neraca keuangan. Naming Negara tersebut berusaha mencegah berpengaruhnya emas yang masuk, dalam pasar didalam negeri, serta manikin tingkat harga disana. Caranya, Negara yang bersangkutan melempar sejumlah obligasi di pasar, yang mampu menarik alat tukar dalam bentuk uang, sebagai pengganti nominal emas yang dinyatakan di dlamnya. Akibatnya, emas tersebut tetap berada dibeberapa Negara tersebut, dan tidak bisa keluar dari sana; bahkan tidak pernah kembali ke Negara yang mengeluarkannya. Dengan demikan, Negara yang bersangkutan menjadi teancam, akibat sistem uang emas tersebut.
3. Tersebarnya sistem uang emas telah dibarengi konsep pengistimewaan di antara beberapa Negara—dalam beberapa aspek produksi yang berbeda—serta tidak adanya hambatan-hambatan dalam perdagangan di antara Negara-negara tersebut. Hanya saja, Negara-negara tersebut memiliki kecenderungan yang kuat untuk melindungi industry dan pertaniannya. Negara-negara tersenut telah menerapkan bea masuk. Dengan begitu, masuknya barang-barang ke Negara-negara tersebut, supaya bisa mengeluarkan emas dari sana, menjadi sangat sulit. Karena itu Negara yang mempraktikan system uang emas mejadi terancam. Sebab, kalau Negara tersebut tidak bisa memasukan komoditi ekspornya ke Negara lain dengan harga biasa Negara tersebut akan terancam menurunkan harga-harga konoditi ekspornya; bahkan dengan penurunan harga yang drastic, atau menembus bea masuk tersebut, atau bisa jadi Negara tersebut tidak akan memasukan komoditi ekspornya. Dalam kondisi semacam ini, Negara tersebut jelas mengalami kerugian.
Inilah beberapa kesulitan yang paling penting, yang dihadapi oleh sistem uang emas, jika sistem uang emas digunakan oleh satu atau sejumlah negara. Cara mengatasi kesulitan-kesulitan ini adalah, kebijakan perdagangan yang dijalankan harus menerapkan kebijakan swasembada penuh, dan gaji pekerja harus ditentukan berdasarkan manfaat tenaga mereka, bukan berdasarkan harga barang-barang yang mereka produksi, maupun berdasarkan taraf hidup mereka. Obligasi-obligasi dan surat-surat saham juga tidak boleh menjadi hartayang dimiliki oleh individu dalam negaranya.
Negara harus memperkecil ketergantungan pada ekspor hasil produksinya. Justru Negara harus berusaha menjadikan hasil produksinya untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya. Maka Negara tidak perlu membutuhkan barang atau bantuan jasa pihak luar. Dengan demikian, Negara tidak akan terpengaruh oleh bea masuk.

I.2.3 Sitem Uang Perak
Yang dimaksud dengan sistem uang perak atau standar perak (silver standard) adalah, bahwa peraklah yang menjadi standar satuan uang, dan kogamnya bisa dinikmati dengan adanya kebebasan bentuk serta mampu dilebur tanpa batas. System ini telah dikenal sejak dulu. Di dalam Negara islam sistem ini telah berjalan seiring dengan system uang emas. Di beberapa Negara, sistem uang perak telah menjadi satu-satunga sistem uang utamanya. Bahkan system uang perak tersebut tetap di pakai di Indocina hingga tahun 1930. Pada tahun yang sama qirsy emas telah diganti dengan qirsy perak (Qirsy: mata uang Indocina saat itu, peny.).
System uang perak ini sama seperti sistem uang emas, dalam bentuk-bentuk rinciannya. Karena itu, sangat mudah menggabungkan sistem uang emas dengan perak dalam satu Negara. Negara islam sejak hijrahnya Rasulullah SAW. telah mengambil kebijakan emas dan perak secara bersama-sama. Bahkan kebijakan moneter seharusnya tetap berpijak pada standar emas dan perak secara bersamaan. Artinya, uangnya harus berupa emas dan perak, baik yang secara hakiki digunakan dalam pertukaran, maupun dalam pertukarannya menggunakan uang kertas, dengan cadangan emas dan perak, di tempat-tempat tertentu.
Ada beberapa alasan mengapa emas dan perak dijadikan sebagai bahan uang antara lain :
• Tahan lama dan tidak mudah rusak (Durability)
• Digemari oleh umum atau sebagian besar masyarakat (Acceptability)
• Nilainya tinggi dan jumlahnya terbatas (Scarcity)
• Nilainya tetap sekalipun dipecah menjadi bagian-bagian kecil (Divisibility)
Sekalipun emas dan perak sudah memenuhi syarat-syarat uang, namun pada saat ini, emas dan perak tidak dipakai lagi sebagai bahan uang karena beberapa alasan, yaitu
• Jumlahnya sangat langka sehingga sulit didapatkan dalam jumlah besar.
• Kadar emas disetiap daerah berbeda-beda menyebabkan persediaan emas tidak sama
• Nilainya tidak dapat diukur dengan tepat
• Uang emas semakin hilang dari peredaran, biasanya karena banyak yang dilebur atau dijadikan perhiasan.

I.2.4 Uang logam (specie)
Para ahli ekonomi yang mengembalikan jenis-jenis uang logam yang beragam—yang mungkin sekali diwujudkan—dalam dua bentuk utama, yaitu system satu macam logam dan sistem dua macam logam (parallel standards). Yang pertama, sistem yang uang utamanya terbatas pada satu cetakan logam saja. Yang kedua, sistem dua logam, yaitu sistem yang cetakannya terdiri dari emas dan perak dalam bentuk yang sama, sebagai uang utama.
Sistem uang dua macam logam tersebut harus memenuhi tiga criteria:
1. Uang yang dicetak dalam bentuk emas harus memiliki daya kemurnian yang tak terbatas.
2. Kebebasan bentuk terkait dengan batangan dua macam logamnya.
3. Harus ada ukuran standar antara dua nilai cetakan emas dan perak tersebut.
Sistem uang dua macam logam bisa menjadikan jumlah uang yang digunakan untuk pertukaran menjadi besar. Sebab, cetakan uang dua macam logam adalahjenis mata uang yang sama-sama digunakan sebagai uang utama. Dengan demikian harga-harga akan tetap terjaga dengan standar yang tinggi. Hal ini akan mendorong bertambahnya laju produksi. Ini pulalah yang menjadikan uang tetap stabil. Karena itu, sangat kecil kemungkinannya harga-harga mengalami penurunan secara drastis, yang bisa mengakibatkan ketidakstabilan perekonomian. Dengan demikian, pemakaian sistem dengan dua macam logam lebih baik daripada hanya sistem satu macam logam.

I.2.4 Uang Kertas (paper money)
Uang kertas adalah uang yang terbuat dari kertas dengan gambar dan cap tertentu dan merupakan alat pembayaran yang sah. Menurut penjelasan UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang dimaksud dengan uang kertas adalah uang dalam bentuk lembaran yang terbuat dari bahan kertas atau bahan lainnya (yang menyerupai kertas).
Uang kertas mempunyai nilai karena nominalnya. Oleh karena itu, uang kertas hanya memiliki dua macam nilai, yaitu nilai nominal dan nilai tukar. Ada 2(dua) macam uang kertas :
• Uang Kertas Negara (sudah tidak diedarkan lagi), yaitu uang kertas yang dikeluarkan oleh pemerintah dan alat pembayaran yang sah dengan jumlah yang terbatas dan ditandatangani mentri keuangan.
• Uang Kertas Bank, yaitu uang yang dikeluarkan oleh bank sentral,
Beberapa keuntungan penggunaan alat tukar (uang) dari kertas di antaranya :
• Penghematan terhadap pemakaian logam mulia
• Ongkos pembuatan relatif murah dibandingkan dengan ongkos pembuatan uang logam.
• Peredaran uang kertas bersifat elastis (karena mudah dicetak dan diperbanyak) sehingga mudah diseusaikan dengan kebutuhan akan uang
• Mempermudah pengiriman dalam jumlah besar
Jenis-jenis uang kertas:
1. Uang kertas substitusi, yakni uang kertas yang mencerminkan kadar jumlah emas dan perak dalam bentuk uang atau batangan, yang disimpan ditempat tertentu. Uang ini memiliki nilai logam yang sama dengan nilai nominal yang dimiliki oleh uang kertas tersebut dan bisa ditukarkan sesuai permintaan. Dalam kondisi semacam ini, kondisi tersebut berpijak pada uang logam. Apa saja yang menjadi pengganti, karna bisa saling ditukarkan, maka uang kertas tersebut bisa mengantikan kedudukannya sebagai substitusinya.
2. Uang kertas yang dijamin (representative money), yaitu uang kertas yang disepakati oleh penandatangannya untuk membayar mata uang logam tertentu pada pembawanya. Nilai tukarnya sangat bergantung pada kredibilitas dan kemampuan penandatanganan untuk memenuhi janjinya.
3. Uang kertas yang tidak dapat ditukar dengan logam murni (unconvertible paper money), yang juga disebut fiat money. Uang ini juga disebut uang kertas. Uang tersebut merupaka uang yang dikeluarkan pemerintah, dan pemerintah menjadikan kertas uang tersebut sebagai uang utama. Namun, kertas uang tersebut tidak bisa ditukarkan dengan emas dan perak, dan tidak dijamin dengan cadangan emas dan perak, atau disebut uang kertas bank (bank note). Untuk kepentingan tersebut sikeluarkanlah undang-undang yang bisa melindungi bank yang mengeluarkan sehingga dapat memaksa terjadinya pertukaran dengan emas dan perak.

BAB II
KEBIJAKAN DAN INSTRUMENT MONETER
(Analisis Ekonomi Konvensional – Islam)

II.1 Kebijakan Dan Instrument Moneter Dalam Ekonomi Konvensional (Analisis Sederhana)
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah Negara. Biasanya otoritas moneter dipegang oleh Bank Sentral suatu negara. Dengan kata lain, kebijakan moneter merupakan instrumen Bank Sentral yang sengaja dirancang sedemikian rupa untuk mempengaruhi variable-variabel financial seperti suku bunga dan tingkat penawaran uang.. Sasaran yang ingin dicapai adalah memelihara kestabilan nilai uang baik terhadap factor internal maupun eksternal. Stabilitas nilai uang mencerminkan stabilitas harga yang pada akhirnya akan mempengaruhi realisasi pencapaian tujuan pembangunan suatu Negara, seperti pemenuhan kebutuhan dasar, pemerataan distribusi, perluasan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi riil yang optimum.
Secara prinsip, tujuan kebijakan moneter islam tidak berbeda dengan tujuan kebijakan moneter konvensional yaitu menjaga stabilitas dari mata uang (baik secara internal maupun eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi yang merata yang diharapkan dapat tercapai. Stabilitas dalam nilai uang tidak terlepas dari tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam berhubungan dengan manusia. Hal ini disebutkan AL Qur’an dalam QS.Al.An’am:152

…………وَأَوْفُواْ الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ…….
“……. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. …”

Mengenai stabilitas nilai uang juga ditegaskan oleh M. Umar Chapra (Al Quran Menuju Sistem Moneter yang Adil), kerangka kebijakan moneter dalam perekonomian Islam adalah stok uang, sasarannya haruslah menjamin bahwa pengembangan moneter yang tidak berlebihan melainkan cukup untuk sepenuhnya dapat mengeksploitasi kapasitas perekonomian untuk menawarkan barang dan jasa bagi kesejahteraan sosial umum.
Pelaksanaan kebijakan moneter (operasi moneter) yang dilakukan otoritas moneter sebagai pemegang kendali money supply untuk mencapai tujuan kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan target yang akan dicapai dan dengan instrumen apa target tersebut akan dicapai. Instrumen-instrumen pokok dari kebijakan moneter dalam teori konvensional antara lain adalah:
1. Kebijakan Pasar terbuka. (Open Market Operation). Kebijakan membeli atau menjual suratberharga atau obligasi di pasar terbuka. Jika bank sentral ingin menambah suplai uang maka bank sentral akan membeli obligasi, dan sebaliknya bila akan menurunkan jumlah uang beredar maka bank sentral akan menjual obligasi.
2. Penentuan Cadangan Wajib Minimum. (Reserve Requirement). Bank sentral umumnya menentukan angka rasio minimum antara uang tunai (reserve) dengan kewajiban giral bank (demand deposits), yang biasa disebut minimum legal reserve ratio. Apabila bank sentral menurunkan angka tersebut maka dengan uang tunai yang sama, bank dapat menciptakan uang dengan jumlah yang lebih banyak daripada sebelumnya.
3. Penentuan Discount Rate. Bank sentral merupakan sumber dana bagi bank-bank umum atau komersial dan sebagai sumber dana yang terakhir (the last lender resort). Bank komersial dapat meminjam dari bank sentral dengan tingkat suku bunga sedikit di bawah tingkat suku bunga kredit jangka pendek yang berlaku di pasar bebas. Discount rate yang bank sentral kenakan terhadap pinjaman ke bank komersial mempengaruhi tingkat keuntungan bank komersial tersebut dan keinginan meminjam dari bank sentral. Ketika discount rate relatif rendah terhadap tingkat bunga pinjaman, maka bank komersial akan mempunyai kecendrungan untuk meminjam dari bank sentral.
4. Moral Suasion atau Kebijakan Bank Sentral yang bersifat persuasif berupa himbauan/bujukan moral kepada bank.

II.2. Kebijakan Dan Instrument Moneter Dalam Ekonomi Islam
Bagaimana mengelola kebijakan moneter dalam konteks ekonomi islam, amsih belum terlalu banyak dibahas. Tahapan yang dibicarakan masih seputar metodologi dan epistimologinya. Meskipun demikian sejumlah kajian telah meletakkan fondasi serta menyusun kerangka pemikiran yang cukup jelas terhadap kedudukan dan konsep pelaksanaan kebijakan moneter dalam sistem Ekonomi Islam. Diantara kajian itu dilakukan oleh Chapra (1995,1996), Choudhury dan Mirakhor (1997), dan Rosly (1999). (Nasution, 2007).
Walaupun pencapaian tujuan akhirnya tidak berbeda, namun dalam pelaksanaannya secara prinsip, moneter syari’ah berbeda dengan yang konvensional terutama dalam pemilihan target dan instrumennya. Perbedaan yang mendasar antara kedua jenis instrumen tersebut adalah prinsip syariah tidak membolehkan adanya jaminan terhadap nilai nominal maupun rate return (suku bunga). Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan target pelaksanaan kebijakan moneter maka secara otomatis pelaksanaan kebijakan moneter berbasis syariah tidak memungkinkan
menetapkan suku bunga sebagai target/sasaran operasionalnya.
Adapun instrumen moneter syariah adalah hukum syariah. Hampir semua instrumen moneter pelaksanaan kebijakan moneter konvensional maupun surat berharga yang menjadi underlying-nya mengandung unsur bunga. Oleh karena itu instrumen-instrumen konvensional yang mengandung unsur bunga (bank rates, discount rate, open market operation dengan sekuritas bunga yang ditetapkan didepan) tidak dapat digunakan pada pelaksanaan kebijakan moneter berbasis Islam. Tetapi sejumlah instrument kebijakan moneter konvensional menurut sejumlah pakar ekonomi Islam masih dapat digunakan untuk mengontrol uang dan kredit, seperti Reserve Requirement, overall and selecting credit ceiling, moral suasion and change in monetary base.
Dalam ekonomi Islam, tidak ada sistem bunga sehingga bank sentral tidak dapat menerapkan kebijakan discount rate tersebut. Bank Sentral Islam memerlukan instrumen yang bebas bunga untuk mengontrol kebijakan ekonomi moneter dalam ekonomi Islam. Dalam hal ini, terdapat beberapa instrumen bebas bunga yang dapat digunakan oleh bank sentral untuk meningkatkan atau menurunkan uang beredar. Penghapusan sistem bunga, tidak menghambat untuk mengontrol jumlah uang beredar dalam ekonomi. Secara mendasar, terdapat beberapa instrumen kebijakan moneter dalam ekonomi Islam, antara lain :
a. Reserve Ratio
Adalah suatu presentase tertentu dari simpanan bank yang harus dipegang oleh bank sentral, misalnya 5 %. Jika bank sentral ingin mengontrol jumlah uang beredar, dapat menaikkan RR misalnya dari 5 persen menjadi 20 %, yang dampaknya sisa uang yang ada pada komersial bank menjadi lebih sedikit, begitu sebaliknya.
b. Moral Suassion
Bank sentral dapat membujuk bank-bank untuk meningkatkan permintaan kredit sebagai tanggung jawab mereka ketika ekonomi berada dalam keadaan depresi. Dampaknya, kredit dikucurkan maka uang dapat dipompa ke dalam ekonomi.
c. Lending Ratio
Dalam ekonomi Islam, tidak ada istilah Lending ( meminjamkan ), lending ratio dalam
hal ini berarti Qardhul Hasan (pinjaman kebaikan).
d. Refinance Ratio
Adalah sejumlah proporsi dari pinjaman bebas bunga. Ketika refinance ratio meningkat, pembiayaan yang diberikan meningkat, dan ketika refinance ratio turun, bank komersial harus hati-hati karena mereka tidak di dorong untuk memberikan pinjaman.
e. Profit Sharing Ratio
Ratio bagi keuntungan (profit sharing ratio) harus ditentukan sebelum memulai suatu bisnis. Bank sentral dapat menggunakan profit sharing ratio sebagai instrumen moneter, dimana ketika bank sentral ingin meningkatkan jumlah uang beredar, maka ratio keuntungan untuk nasabah akan ditingkatkan.
f. Islamic Sukuk
Adalah obligasi pemerintah, di mana ketika terjadi inflasi, pemerintah akan mengeluarkan sukuk lebih banyak sehingga uang akan mengalir ke bank sentral dan jumlah uang beredar akan tereduksi. Jadi sukuk memiliki kapasitas untuk menaikkan atau menurunkan jumlah uang beredar. Government Investment Certificate
Penjualan atau pembelian sertipikat bank sentral dalam kerangka komersial, disebut sebagai Treasury Bills. Instrumen ini dikeluarkan oleh Menteri Keuangan dan dijual oleh bank sentral kepada broker dalam jumlah besar, dalam jangka pendek dan berbunga meskipun kecil. Treasury Bills ini tidak bisa di terima dalam Islam, maka sebagai penggantinya diterbitkan pemerintah dengan sistem bebas bunga, yang disebut GIC: Government Instrument Certificate.
Menurut Chapra mekanisme kebijakan moneter yang sesuai dengan syariah Islam harus mencakup enam elemen yaitu:
1. Target Pertumbuhan M dan Mo. Setiap tahun Bank Sentral harus menentukan pertumbuhan peredaran uang (M) sesuai dengan sasaran ekonomi nasional.Pertumbuhan M terkait erat dengan pertumbuhan Mo (high powered money:uang dalam sirkulasi dan deposito pada bank sentral). Bank sentral harus mengawasi secara ketat pertumbuhan Mo yang dialokasikan untuk pemerintah, bank komersial dan lembaga keuangan sesuai proporsi yang ditentukan berdasarkan kondisi ekonomi, dan sasaran dalam perekonomian Islam. Mo yang disediakan untuk bank-bank komersial terutama dalam bentuk mudharabah harus dipergunakan oleh bank sentral sebagai instrument kualitatif dan kuantitatif untuk mengendalikan kredit.
2. Public Share of Demand Deposit (Uang giral). Dalam jumlah tertentu demand deposit bank-bank komersial (maksimum 25%) harus diserahkan kepada pemerintah untuk membiayai proyek-proyek sosial yang menguntungkan.
3. Statutory Reserve Requirement. Bank-bank komersil diharuskan memiliki cadangan wajib dalam jumlah tertentu di Bank Sentral. Statutory reserve requirements membantu memberikan jaminan atas deposit dan sekaligus membantu penyediaan likuiditas yang memadai bagi bank. Sebaliknya, Bank Sentral harus mengganti biaya yang dikeluarkan untuk memobilisasi dana yang dikeluarkan oleh bank-bank komersial ini.
4. Credit Ceilings (Pembatasan Kredit). Kebijakan menetapkan batas kredit yang boleh dilakukan oleh bank-bank komersil untuk memberikan jaminan bahwa penciptaan kredit sesuai dengan target moneter dan menciptakan kompetisi yang sehat antar bank komersial.
5. Alokasi Kredit Berdasarkan Nilai. Realisasi kredit harus meningkatkan kesejahteraan masyarakat . Alokasi kredit mengarah pada optimisasi produksi dan distribusi barang dan jasa yang diperlukan oleh sebagian besar masyarakat. Keuntungan yang diperoleh dari pemberian kredit juga diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat. Untuk itu perlu adanya jaminan kredit yang disepakati oleh pemerintah dan bank-bank komerisal untuk mengurangi risiko dan biaya yang harus ditanggung bank.
6. Teknik Lain. Teknik kualitatif dan kuantitatif diatas harus dilengkapi dengan senjata-senjata lain untuk merealisasikan sasaran yang diperlukan termasuk diantranya moral suasion atau himbauan moral.
Saat ini terdapat beberapa bank sentral, baik yang menggunakan single banking (bank Islam saja) maupun dual banking system yang telah menciptakan dan menggunakan instrumen pengendalian moneter ataupun menggunakan surat berharga dengan underlying pada transaksi-transaksi syariah. Prinsip transaksi syariah yang digunakan antara lain adalah Wadiah, Musyarakah, Mudharabah, Ar-Rahn, maupun Al-Ijarah
1. Prinsip Wadiah. Digunakan di Indonesia berupa Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dan Malaysia berupa Wadiah Interbank Acceptance (WIA).
2. Prinsip Musyarakah. Negara yang menggunakan mekanisme ini adalah Sudan yang dikenal sebagai Government Musharakah Certificate (GMC) dan Central Bank Musharakah Certificate (CMC).
3. Prinsip Mudharabah. Negara yang menggunakan adalah Republik Iran dikenal dengan National Participation Paper (NPP), dan Negara Malaysia dengan Mudharabah Money Market Operations.
4. Prinsip Al Ijarah. Instrumen pengendalian moneter yang digunakan antara lain Sukuk Al Ijarah. Negara-negara yang sudah menerbitkan Sukuk dan menggunakannya sebagai instrumen pengendalian moneter antara lain adalah Malaysia dan Bahrain.

II.3 Kebijakan Moneter Pada Masa Rosululloh
Seperti yang telah kita ketahui bahwa mata uang yang digunakan bangsa arab, baik sebelum atau sesudahnya, adalah dinar dan dirham. Kedua mata uang tersebut memiliki nilai uang yang tetap dan karenanya tidak ada masalah dalam perputaran uang. Walaupun demikian, dalam perkembangan berikutnya, dirham lebih umum digunakan daripada dinar. Hal ini sangat berkaitan erat dengan penaklukan tentara islam terhadap hampie seluruh wilayah kekaisaran Persia. Sementara itu, tidak semua wilayah kekaisaran romawi berhasil dikuasai oleh tentara islam.
Pada masa pemerintahan Nabi Muhammad SAW ini, kedua mata uang tersebut diimpor, dinar dari romawi dan dirham dari Persia. Besarnya volume dinar dan dirham yang diimpor dan juga barang-barang komoditas bergantung kepada volume komoditas yang diekspor ke dua Negara tersebut dan wilayah-wilayah lain yang berada dibawah pengaruhnya. Lazimnya, uang akan diimpor jika permintaan uang (money demand) pada pasar internal mengalami kenaikan. Dan sebaliknya, komoditas akan diimpor apabila permi9ntaan uang mengalami penurunan. Karena tidak adanya pemberlakuan tariff dan bea masuk pada barang impor, uang diimpor dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi permintaan internal. Pada sisi lain, nilai emasd an perak pada kepingan dinar dan dirhgam sama dengan nilai nominal (face value) uangnya, sehinnga keduanya dapat dibuat perhiasan atau orname. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa padsa awal periode islam, penawaran uang (money suply) tewrhadap pendapatan , sanagat elastic.
Frekuensi transaksi perdagangan dan jasa, menciptakan permintaan uang. Karena itu motif utama permintaan terhadap uang padamasa ini adalah permintaan transaksi (transaction demand). Sementara itu adanya peprangan anatra kaum quraisyi vis a vis kaum muslimin (sedikitnya terjadi 26 ghozwah dan 32 sariyyah yang berarti rata-rata 5 kali perang dalam setiap tahunnya), telah menimbulkan permintaan uang untuk berjaga0jaga (precautionary demand) terhadap kebutuhan yang tidak terduga. Akibatnya, permintaan terhadap uang selama periode ini secara umum bersifat permintaan transaksi dan penceghan. Larangan penimbunan, baik uang mauun komoditas, dan talqqi rukhban tidak memberikan kesempatan kepasa penggunaan uang dengan selain kedua motif tersebut.
Ketika penduduk arab banyak yang memeluk agama islam, jumlah populasi kaum muslimin berkembang dengan pesat. Disamping itu, harta ramnpasan perang (ghonimah) dibagikan kepada seluruh kaum muslimin, sehinga standar hidup dan pendapatan mereka meniungkat. Berdasarkan semua ini, Nabi Muhammad SAW, melalui kebijakan khususnya, meningkatkan kemampuan produksi dan ketenaga kerjaan kaum muslimin secara terus menerus. Keseluruhan factor ini meningkatkan permintaan transaksi terhadap uang dalam perekonomian periode awal islam.
Disamping itu, penawaran uang tetap elzastis karena tidak ada hambatan terhadap impor uang ktika permintaan terhadapnya mengalami kenaikan. Disis lain, kertika penawaran akan anaik, penawaran berlabih (exces supply) akan diubah secara mudah menjadi ornament emas atau perak. Akibatnya, tidak ada penawaran atau permintaan berlebih terhadap mata uang emas dan perak sehinnga pasar akan selalu tetap pada keseimbangan (equilibrium). Oleh karena itu, nilai uang tetap stabil.
BAB III
BANK SENTRAL
(Analisis Ekonomi Konvensional – Islam)
Bank sentral harus menjadi pusat perbankan Islam, karena hanya melalui usaha kreatif dan sepenuh hati, sistem perbankan dan uang Islam dapat mmencapai aktualisasi diri. Ia harus menjadi sebuah institusi pemerintah yang otonom yang bertanggung jawab untuk merealisasikan sasaran-sasaran sosio ekonomi perekonomian Islam dalam, dan melalui, medan perbankan dan uang.
III.1 Fungsi Bank Sentral
Seperti halnya dengan bank-bank sentral lainnya, bank sentral Islam harus bertanggung jawab untuk mengeluarkan uang dengan koordinasi dengan pemerintah, mengusahakan stabilita internal dan eksternalnya. Ia harus bertindak sebagai bankir bagi pemerintah dan bank komersial. Ia harus melakukan persiapan untk kliring dan penyelesaian cek dan transfer, dan harus bertindak sebagai lender of last resort. Ia harus membimbing, melakukan supervisi dan regulasi bank-bank komersial, lembaga keuangan non bank, lembaga kredit khusus, korporasi asuransi deposito dan korporasi audit investasi tanpa harus mengganggu otonomi lembaga-lembaga ini. Tidak seperti bank sentral konvensional, ia harus juga bertanggung jawab menutup kemungkinan konsentrasi kekayaan dan kekuasaan di tangn segelintir vested interest melalui lembga finansial.
Untuk mencapai kondisi ekonomi yang ideal, stabilitas nilai uang riil harus menjadi prioritas bank sentral untuk membentuk kondisi perekonomian yang berkesinambungan dan menjamin keadilan sosioekonomi. Untuk tujuan ini, ia harus memonitor sirkulasi uang, menjamin bahwa perumbuhan dalam uang tidak berada di luar jalur pertumbuhan dalam output. Hal ini bukan berarti sirkulasi uang adalah satu-satunya variabel yang mempengaruhi harga. Tetapi merupakan salah satu instrumen penting untuk merealisasikan sasaran-sasaran ekonomi.
Bank sentral harus menjadi institusi primer yang bertanggung jawab untuk mengimplementasikan kebijakan moneter negara. Untuk tujuan ini, ia harus menggunakan instrumen dan metode apa saja yang diperlukan dan yang tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran syariat. Dan karena bank sentral tidak dapat merealisasikan stabilitas moneter tanpa adanya kerjasama dengan pemerintah, maka suatu kebijakan fiskal yang harmonis sangat diperlukan.
Bank sentral juga akan berperan positif dalam memberikan dorongan, regulasi, dan supervisi semua lembaga finansial dengan tujuan membantu mereka dan membuat mereka lebih sehat. Undang-undang yang direformasi harus mencerminkan kebutuhan-kabutuhan yang berbeda dari sistem islam. Ia harus dipandang dari tujuan untuk menjadikan perbankan berperan penting dalam perekonomian Islam dan memberikan respon yang baik terhadap kebutuhan-kebutuhan yang terus berkembang dari sistem perbankan islam.
Bank sentral tidak harus membatasi perannya sebagai regulator hanya kepada bank-bank komersial.Tangan dan bantuannya harus menjangkau semua lembaga finansial untuk menjakmin kesehatan dan perkembangan dan melindungi kepentingan umum. Jika ada agen pemerintah lain yang bertanggung jawab untuk meregulasi dan mendorong lembaga-lembaga keuangan selain dari bank komersial, harus ada koordinasi yang tepat antara bank sentral dengan lembaga tersebut untuk menciptakan keharmonisan dalam fungsi regulator dan promosi.
III.2 Menyelesaikan Krisis
Sistem bagi hasil akan mencegah pinjaman yang terlalu banyak oleh bank komersial dari bank sentral seperti yang terjadi di beberapa negara. Pinjaman yang terlalu banyak akan menjadikan kondisi bank komersial lemah dan menjadi beban bagi bank sentral. Dalam sistem perbankan kovensional hal tersebut dianggap lumrah karena bank sentral bertindak sebagai lender of last resort untuk menjamin lukuiditas yang mencukupi dan mempertahankan bank dalam hal krisis likuiditas dan solvabilitas. Bank sentral Islam juga tidak terkecuali. Kehebatannya akan direfleksikan dalam cara untuk mengatasi krisis tanpa harus malakukan bailing out manajemen, namun tetap melindungi kepentingan deposan dan pemegang saham yang bukan bagian dari manajemen.
Krisis likuiditas akan muncul karena dalam kerangka bagi hasil, bank tidak dapat menarik utang yang berorientasi kepada penyertaan modal (equity oriented loan) sampai proyek membuahkan hasil. Dalam sistem konvensional sekalipun, memang secara teoritis dimungkinkan bank menarik jumlah pokok pada tangal jatuh tempo, tetapi seringkali bank harus menyetujui rolling lagi. Karena itu, jika bank komersial Islam mengalami krisis likuidits, bank sentral tidak dapat berdiam diri. Ia harus bertindak sebagai lender of last resort dalam kerangka yang disarankan tadi, tetapi tentu saja disertai dengan penalti dan peringatan-peringatan, dibarengi dengan evaluasi dari bank sentral.
Krisis solvabilitas terjadi ketika jumlah utang jangka pendek yang harus dihapusbukukan melebihi modal ekuitas bank, sehingga membuat bank secara teknis tidak dapat menyelesaikan kewajibannya. Bank tidak hanya kekurangan uang cash seperti halnya dalam krisis likuiditas, melainkan juga aset riil yang mencukupi untuk mem-back up depositonya dan menutupi kerugian.
III.3 Supervisi
Supervisi dan pengujian bank harus menjadi hal yang lebih penting dalam sebuah sistem Islam karena resiko yang ditanggung oleh bank termasuk besar. Berbeda dengan pengujian bank-bank konvensional, perlu dijamin bahwa disamping ada dokumntasi yang tepat, proyek yang dibiayai harus sehat. Tentu saja, ini merupakan suatu tugas yang sulit, namun dapat dilakukan pengujian dengan sampel acak dari proyek yang dibiayai untuk menjamin bahwa bank-bank tidak melakukan pembiayaan spekulatif atau melakukan kegiatan ventura yang beresiko.
Lebih lanjut lagi, supervisi mensyaratkan transparansi yang memadai dan informasi akurat serta pengawasan yang tepat. Bank sentral harus berperan penting dalam menentukan persyaratan untuk tujuanini. Ia harus memperkuat kontrol internal darn mengeluarkan petunjuk kebijakan, dan memonitor kualits aset dan operasi. Ia harus mereformasi konsep dan prosedur pengawasan untuk menjamin kesehatan dan kejujuran.
III.4 Alokasi Kredit
Bank sentral harus juga memiliki kekuasaan untuk membimbing dan meregulasi operasi investasi lembaga finansial dengan suatu pandangan untuk menjadikan suatu alokasi kredit yang sesuai dengan sasaran Islam. Bank sentral harus mempunyai kekuasaan untuk mengeluarkan bimbingan-bimbingan yang berkenaan dengan tujuan-tujuan pembiayaan yang akan dilakukan, jumlah maksimal pembiayaan, cash margin harus tetap dopertahankan, dan rsio kolateral harus harus dicapai sehubungan dengan pembiayaan yang dilakukan. Alokasi kredit yang berorientsi kepada nilai, bagaimanapun juga merupakan suatu pekerjaan yang tidak dapat dicapai oleh bank sentral sendirian. Ia memerlukan suatu perencanaan yang berorientasi kepada nilai di samping orientasi bisnis islami dan para bankir. Dalam ketiadaan suatu perencanaan yang tepat menurut ajaran islam, bank sentral, seperti organisasi pemerintah lainnya, tidak akan memiliki sustu pedoman yang harus diikuti dan mereka dapat beroperasi dengan tujuan yang saling berbenturan. Dalam suatu ketiadaan orientasi moral, semua anjuran bank sentral baik langsung maupun tidak langsung akan diabaikan.
III.5 Peran Keteladanan
Karena bank sentral Islam akan menjadi kemudi dari sebuah sistem yang secara keseluruhan berbeda dan menantang, ia tidak dapat menjadi penonton pasif atau pengikut peraturan konvensional. Ia harus memberikan peran ketaeladanan dan aktif dalam keseluruhan proses Islamisasi dan evolusi yang berkelanjutan sistem perbankan, paling tidak sampai sistem itu menjadi laik dan kuat. Bank sentral akan berperan sebagai inovator, penasihat pemerintah juga lembaga finansial, dan pendidik masyarakat. Ia akan melakukan persiapan untuk melatih pegawai dan karyawan bank menuju sasaran dan menggunakan mekanisme sistem baru.
Bagaimanapun juga, bank sentral harus melindungi diri dari bahaya menjadi restruktif dalam pandangannya. Jika ia menerapkan terlalu banyak kontrol, maka akan menghambat perbankan islam untuk memperkuat sistem-sistem internal mereka. Bahkan dapat menghambat inovasi serta adaptasi terhadap kondisi perekonomian yang terus berubah.
Performa optimal dan tauladan dari bank sentral akan sulit dilakukan tanpa adanya seorang yang kompeten dan kuat di antara mereka. Karena itu, gubernur bank sentral dituntut tidak saja harus seorang yang memiliki integritas kuat dan bermoral tinggi, tetapi juga harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang syariat dari aspek teknis perbankan dan uang.
Untuk menjamin otonomi bank sentral, perlu ada jaminan bagi sumber pendapatan independen untuk membiayai pengeluarannya. Bank sentral juga dapat meningkatkan pendapatannya melalui biaya pelayanan yang dibebankan atas pemerintah, bank komersial, dan lembaga keuangan lainnya bagi jasa-jasa yang telah diberikan kepada mereka. Dan juga investasi cadangan modal yang dipertahankan oleh bank komersial. Jika diperlukan, bank sentral juga dapat memperoleh sebagian pendapatan yang didapatkan dari pinjaman mudharabah kepada bank komersial.




DAFTAR PUSTAKA
1. Al-Qur’anb
2. http: //www.indoforum.org/archive
3. Masyhuri, 2005, Teori Ekonomi Dalam Islam, Kreasi Wacana, Yogyakarta
4. Mustafa Edwin Nasution, dkk, 2006, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam,
Kencana, Jakarta
5. Paul A. Samuelson & William D.Nordhaus, terjemahan, 1991, Ekonomi edisi
12, Erlangga, Jakarta
6. Uang dalam Ekonomi Islam Oleh: Hylmun Izhar http://www.djpkpd.go.id/enug/artikel.php?id=40
7. http://organisasi.org
8. Nurul Huda, Handi Risza Idris, Mustafa Edwin Nasution, Ranti Wiliasih.
Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoretis, Prenada Media Group 2008.
9. Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, PT. Raja Grafindo Persada,2007 edisi ke-2.
10. Dr. Umer Chapra, AL Qur’an Menuju Sistem Moneter Yang Adil. Penrbit Dana
Bhakti Prima Yasa, Yokyakarta 1997.
11. Drs. Muhammad M.Ag. Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi Islami,
Penerbit Salemba Empat, Jakarta 2002.
12. Chapra,Dr. M. Umer, Sistem Moneter Islam, Gema Insani Press, Jakarta:2000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar